Makanan Halal & Haram
Islam memerintahkan kepada kaum kita
untuk memilih makanan yang halal dan menjauhi makanan yang haram. Dibalik itu
semua, ada beberapa dampak dari memakan makanan haram secara langsung maupun
tidak langsung pada individu itu sendiri atau masyarakat secara umum. Di bawah ini beberapa
dampak makanan haram yang masuk ke perut kita, sebagaimana banyak diungkapkan
di hadis dan Al-Quran;
Dampak
Langsung
1. Tidak Diterima Amalan, Rasulullah saw
bersabda, "Ketahuilah bahwa suapan haram jika masuk ke dalam perut salah
satu dari kalian, maka amalannya tidak diterima selama 40 hari." (HR
At-Thabrani).
2. Tidak Terkabul Doa, Sa'ad bin Abi Waqash
bertanya kepada Rasulullan saw, "Ya Rasulullah, doakan saya kepada Allah
agar doa saya terkabul." Rasulullah menjawab, "Wahai Sa'ad,
perbaikilan makananmu, maka doamu akan terkabulkan." (HR At-Thabrani).
Disebutkan juga dalam hadis lain bahwa Rasulullah saw bersabda, "Seorang
lelaki melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut, mukanya berdebu,
menengadahkan kedua tangannya ke langit dan mengatakan, "Wahai Rabbku!
Wahai Rabbku!" Padahal makanannya haram dan mulutnya disuapkan dengan yang
haram, maka bagaimanakah akan diterima doa itu?" (HR Muslim).
Read more
3. Mengikis Keimanan Pelakunya, Rasulullah saw bersabda, "Tidaklah peminum khamr, ketika ia meminum khamr termasuk seorang mukmin." (HR Bukhari Muslim).
3. Mengikis Keimanan Pelakunya, Rasulullah saw bersabda, "Tidaklah peminum khamr, ketika ia meminum khamr termasuk seorang mukmin." (HR Bukhari Muslim).
4. Mencampakkan Pelakunya
ke Neraka, Rasulullah
saw bersabda, "Tidaklah tumbuh daging dari makanan haram, kecuali neraka
lebih utama untuknya." (HR At Tirmidzi).
5. Mengeraskan Hati, Imam Ahmad ra pernah
ditanya, apa yang harus dilakukan agar hati mudah menerima kesabaran, maka
beliau menjawab, "Dengan memakan makanan halal." (Thabaqat Al
Hanabilah : 1/219).
Dampak
Tidak Langsung
1. Haji dari Harta Haram
Tertolak, Rasulullah
saw bersabda, "Jika seorang keluar untuk melakukan haji dengan nafaqah
haram, kemudian ia mengendarai tunggangan dan mengatakan, "Labbaik,
Allahumma labbaik!" Maka yang berada di langit menyeru, "Tidak
labbaik dan kau tidak memperoleh kebahagiaan! Bekalmu haram, kendaraanmu haram
dan hajimu mendatangkan dosa dan tidak diterima." (HR At Thabrani)
2. Sedekahnya ditolak, Rasulullah saw
bersabda, "Barangsiapa mengumpulkan harta haram, kemudian
menyedekahkannya, maka tidak ada pahala, dan dosa untuknya." (HR Ibnu
Huzaimah)
3. Shalatnya tidak
diterima,
Dalam kitab Sya'bul Imam disebutkan, " Barangsiapa yang membeli pakaian
dengan harga sepuluh dirham di antaranya uang haram, maka Allah tidak akan
menerima shalatnya selama pakaian itu dikenakan." (HR Ahmad)
4. Silaturrahminya sia-sia, Rasulullah saw
bersabda, "Barangsiapa mendapatkan harta dari dosa, lalu ia dengannya
bersilaturahim (menyambung persaudaraan) atau bersedekah, atau membelanjakan
(infaq) di jalan Allah, maka Allah menghimpun seluruhnya itu, kemudian Dia
melemparkannya ke dalam neraka. Lalu Rasulullah saw bersabda, "
Sebaik-baiknya agamamu adalah al-wara' (berhati-hati)." (HR Abu Daud).
Karena adanya dampak tersebut maka
berikut pemaparan mengenai makanan yang dibahas oleh para ulama beserta
hukumnya masing-masing:
1.
Bangkai
Bangkai
adalah semua hewan yang mati tanpa penyembelihan yang syar’iy dan juga bukan
hasil perburuan.
Allah -Subhanahu wa Ta’ala- menyatakan dalam firman-Nya:
Allah -Subhanahu wa Ta’ala- menyatakan dalam firman-Nya:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ
وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ
وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ
إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ
“Diharamkan bagimu (memakan)
bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain
Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang
diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya”. (QS.
Al-Ma`idah: 3)
Dan juga dalam firmannya:
Dan juga dalam firmannya:
وَلاَ
تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ
“Dan janganlah kamu memakan
binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya.
Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan”. (QS.
Al-An’am: 121).
Jenis-jenis
bangkai berdasarkan ayat-ayat di atas:
Ø Al-Munhaniqoh, yaitu hewan yang mati karena tercekik.
Ø Al-Mauqudzah, yaitu hewan yang mati karena terkena pukulan
keras.
Ø Al-Mutaroddiyah, yaitu hewan yang mati karena jatuh dari
tempat yang tinggi.
Ø An-Nathihah, yaitu hewan yang mati karena ditanduk oleh
hewan lainnya.
Ø Hewan yang mati karena dimangsa oleh binatang buas.
Ø Semua hewan yang mati tanpa penyembelihan, misalnya
disetrum.
Ø Semua hewan yang disembelih dengan sengaja tidak membaca
basmalah.
Ø Semua hewan yang disembelih untuk selain Allah walaupun
dengan membaca basmalah.
Ø Semua bagian tubuh hewan yang terpotong/terpisah dari
tubuhnya. Hal ini berdasarkan hadits Abu Waqid secara marfu’: “Apa-apa yang terpotong dari hewan dalam
keadaan dia (hewan itu) masih hidup, maka potongan itu adalah bangkai”.
(HR. Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzy dan dishohihkan olehnya)
Diperkecualikan
darinya 3 bangkai, ketiga bangkai ini halal dimakan:
a.
Ikan, karena dia
termasuk hewan air dan telah berlalu penjelasan bahwa semua hewan air adalah
halal bangkainya kecuali kodok.
b. Belalang. Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar secara marfu’:
أُحِلَّ لَنَا مَيْتَتَانِ
وَدَمَانِ، فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ: فَالسَّمَكُ وَالْجَرَادُ, وَأَمَّا
الدَّمَانِ: فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ
“Dihalalkan untuk kita dua bangkai dan dua darah. Adapun kedua bangkai itu adalah ikan dan belalang. Dan adapun kedua darah itu adalah hati dan limfa”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
c.
Janin yang berada dalam perut hewan yang disembelih. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad dan Ashhabus Sunan kecuali An-Nasa`iy, bahwa Nabi -Shallallahu ‘alaihi
wasallam- bersabda:
ذَكَاةُ
الْجَنِيْنِ ذَكَاةُ أُمِّهِ
“Penyembelihan untuk janin adalah
penyembelihan induknya”.
Maksudnya jika hewan yang disembelih sedang hamil, maka janin yang ada dalam perutnya halal untuk dimakan tanpa harus disembelih ulang.
Maksudnya jika hewan yang disembelih sedang hamil, maka janin yang ada dalam perutnya halal untuk dimakan tanpa harus disembelih ulang.
2.
Darah.
Yakni darah yang mengalir dan
terpancar. Hal ini dijelaskan dalam surah Al-An’am ayat 145:
أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا “Atau darah yang mengalir”.
Dikecualikan darinya hati dan limfa sebagaimana ditunjukkan dalam hadits Ibnu ‘Umar yang baru berlalu. Juga dikecualikan darinya darah yang berada dalam urat-urat setelah penyembelihan.
أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا “Atau darah yang mengalir”.
Dikecualikan darinya hati dan limfa sebagaimana ditunjukkan dalam hadits Ibnu ‘Umar yang baru berlalu. Juga dikecualikan darinya darah yang berada dalam urat-urat setelah penyembelihan.
3.
Daging babi.
Telah berlalu dalilnya dalam surah
Al-Ma`idah ayat ketiga di atas. Yang diinginkan dengan daging babi adalah
mencakup seluruh bagian-bagian tubuhnya termasuk lemaknya.
4.
Khamar.
Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ
وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman,
sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi
nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”. (QS.
Al-Ma`idah: 90
Dan dalam hadits riwayat Muslim dari Ibnu ‘Umar -radhiallahu ‘anhuma- secara marfu’:
Dan dalam hadits riwayat Muslim dari Ibnu ‘Umar -radhiallahu ‘anhuma- secara marfu’:
كُلُّ
مُسْكِرٍ حَرَامٌ، وَكُلُّ خَمْرٍ حَرَامٌ
“Semua
yang memabukkan adalah haram, dan semua khamar adalah haram”.
Dikiaskan dengannya semua makanan dan minuman yang bisa
menyebabkan hilangnya akal (mabuk), misalnya narkoba dengan seluruh jenis dan
macamnya.
5.
Semua hewan buas
yang bertaring.
Sahabat Abu Tsa’labah Al-Khusyany -radhiallahu ‘anhu- berkata:
Sahabat Abu Tsa’labah Al-Khusyany -radhiallahu ‘anhu- berkata:
أَنَّ رسول
الله صلى الله عليه وسلم نَهَى عَنْ كُلِّ ذِيْ نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ
“Sesungguhnya Rasulullah
-Shallallahu ‘alaihi wasallam- melarang dari (mengkonsumsi) semua hewan buas
yang bertaring”. (HR. Al-Bukhary dan Muslim)
Dan dalam riwayat Muslim darinya dengan lafazh, “Semua hewan
buas yang bertaring maka memakannya adalah haram”. Yang dimaksut di sini adalah
semua hewan buas yang bertaring dan menggunakan taringnya untuk menghadapi dan
memangsa manusia dan hewan lainnya. Lihat Al-Ifshoh (1/457) dan I’lamul
Muwaqqi’in (2/117). Jumhur ulama
berpendapat haramnya berlandaskan hadits di atas dan hadits-hadits lain yang
semakna dengannya.
6.
Semua burung yang
memiliki cakar.
Yang diinginkan dengannya adalah semua
burung yang memiliki cakar yang kuat yang dia memangsa dengannya, seperti:
elang dan rajawali. Jumhur ulama dari kalangan Imam Empat -kecuali Imam Malik-
dan selainnya menyatakan pengharamannya berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas -radhiallahu
‘anhuma-:
نَهَى عَنْ
كُلِّ ذِيْ نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ، وَكُلُّ ذِيْ مَخْلَبٍ مِنَ الطَّيْرِ
“Beliau (Nabi) melarang untuk memakan
semua hewan buas yang bertaring dan semua burung yang memiliki cakar”. (HR.
Muslim) [Al-Majmu' (9/22), Al-Muqni' (3/526,527), dan Takmilah Fathil Qodir
(9/499)]
7.
Jallalah.
Dia
adalah hewan pemakan feses (kotoran) manusia atau hewan lain, baik berupa onta,
sapi, dan kambing, maupun yang berupa burung, seperti: garuda, angsa (yang
memakan feses), ayam (pemakan feses), dan sebagian gagak. Lihat Nailul Author
(8/128).
Hukumnya
adalah haram. Ini merupakan pendapat Imam Ahmad -dalam satu riwayat- dan salah
satu dari dua pendapat dalam madzhab Syafi’iyah, mereka berdalilkan dengan
hadits Ibnu ‘Umar -radhiallahu ‘anhuma- beliau berkata:
نَهَى رسول
الله صلى الله عليه وسلم عَنْ أَكْلِ الْجَلاَّلَةِ وَأَلْبَانِهَا
“Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi
wasallam- melarang dari memakan al-jallalah dan dari meminum susunya”. (HR.
Imam Lima kecuali An-Nasa`iy (3787))
Beberapa masalah yang berkaitan dengan jallalah:
Beberapa masalah yang berkaitan dengan jallalah:
- Tidak semua hewan yang memakan feses masuk dalam kategori jallalah yang diharamkan, akan tetapi yang diharamkan hanyalah hewan yang kebanyakan makanannya adalah feses dan jarang memakan selainnya. Dikecualikan juga semua hewan air pemakan feses, karena telah berlalu bahwa semua hewan air adalah halal dimakan. Lihat Hasyiyatul Al-Muqni’ (3/529).
- Jika jallalah ini dibiarkan sementara waktu hingga isi perutnya bersih dari feses maka tidak apa-apa memakannya ketika itu. Hanya saja mereka berselisih pendapat mengenai berapa lamanya dia dibiarkan, dan yang benarnya dikembalikan kepada ukuran adat kebiasaan atau kepada sangkaan besar. Lihat Al-Majmu’ (9/28).
8.
Keledai jinak (bukan
yang liar).
Ini merupakan madzhab Imam Empat kecuali Imam Malik dalam
sebagian riwayat darinya. Dari Anas bin Malik -radhiallahu ‘anhu-, bahwasanya
Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
إِنَّ الله
ورسوله يَنْهَيَاكُمْ عَنْ لُحُوْمِ ِالْحُمُرِ الْأَهْلِيَّةِ, فَإِنَّهَا رِجْسٌ
“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya
melarang kalian untuk memakan daging-daging keledai yang jinak, karena dia
adalah najis”. (HR. Al-Bukhary dan Muslim)
Diperkecualikan darinya keledai liar, karena Jabir -radhiallahu ‘anhu- berkata:
Diperkecualikan darinya keledai liar, karena Jabir -radhiallahu ‘anhu- berkata:
أَكَلْنَا
زَمَنَ خَيْبَرٍ اَلْخَيْلَ وَحُمُرَ الْوَحْشِ ، وَنَهَانَا النبي صلى الله عليه
وسلم عَنِ الْحِمَارِ الْأَهْلِيْ
“Saat (perang) Khaibar, kami memakan
kuda dan keledai liar, dan Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- melarang kami
dari keledai jinak”. (HR. Muslim)
Inilah pendapat yang paling kuat, sampai-sampai Imam Ibnu
‘Abdil Barr menyatakan, “Tidak ada perselisihan di kalangan ulama zaman ini
tentang pengharamannya”. Lihat Al-Mughny beserta Asy-Syarhul Kabir (11/65).
[Al-Bada`i' (5/37), Mughniyul Muhtaj (4/299), Al-Muqni' (3/525), dan Al-Bidayah
(1/344].
9.
Kuda.
Telah berlalu dalam hadits Jabir
bahwasanya mereka memakan kuda saat perang Khaibar. Semakna dengannya ucapan
Asma` bintu Abi Bakr -radhiallahu ‘anhuma-:
نَحَرْنَا
فَرَسًا عَلَى عَهْدِ رسول الله صلى الله عليه وسلم فَأَكَلْنَاهُ
“Kami menyembelih kuda di zaman
Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- lalu kamipun memakannya”. (HR.
Al-Bukhary dan Muslim)
Maka ini adalah sunnah taqririyyah (persetujuan) dari Nabi -Shallallahu
‘alaihi wasallam-. Ini adalah pendapat jumhur
ulama dari kalangan Asy-Syafi’iyyah, Al-Hanabilah, salah satu pendapat
dalam madzhab Malikiyah, serta merupakan pendapat Muhammad ibnul Hasan dan Abu
Yusuf dari kalangan Hanafiyah. Dan ini yang dikuatkan oleh Imam Ath-Thohawy
sebagaimana dalam Fathul Bary (9/650) dan Imam Ibnu Rusyd dalam Al-Bidayah
(1/3440).
10. Baghol.
Dia adalah hewan hasil peranakan antara
kuda dan keledai. Jabir -radhiallahu ‘anhuma- berkata:
حَرَّمَ رسول
الله صلى الله عليه وسلم – يَعْنِي يَوْمَ خَيْبَرٍٍ – لُحُوْمَ الْحُمُرِ
الْإِنْسِيَّةِ، وَلُحُوْمَ الْبِغَالِ
“Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi
wasallam- mengharamkan -yakni saat perang Khaibar- daging keledai jinak dan
daging baghol. (HR. Ahmad dan At-Tirmidzy)
Dan ini (haram) adalah hukum untuk semua hewan hasil
peranakan antara hewan yang halal dimakan dengan yang haram dimakan.
11. Anjing.
Para ulama sepakat akan haramnya
memakan anjing, di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah bahwa anjing
termasuk dari hewan buas yang bertaring yang telah berlalu pengharamannya. Dan
telah tsabit dari Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bahwa beliau
bersabda:
إِنَّ الله
إِذَا حَرَّمَ شَيْئًا حَرَّمَ ثَمَنَهُ
“Sesungguhnya Allah jika
mengharamkan sesuatu maka Dia akan mengharamkan harganya [12]“.
Dan telah tsabit dalam hadits Abu Mas’ud Al-Anshory riwayat
Al-Bukhary dan Muslim dan juga dari hadits Jabir riwayat Muslim akan haramnya
memperjualbelikan anjing.
12. Kucing baik yang jinak maupun yang liar.
Jumhur ulama menyatakan haramnya
memakan kucing karena dia termasuk hewan yang bertaring dan memangsa dengan
taringnya. Pendapat ini yang dikuatkan oleh Syaikh Al-Fauzan. Dan juga telah
warid dalam hadits Jabir riwayat Imam Muslim akan larangan meperjualbelikan
kucing, sehingga hal ini menunjukkan haramnya.
13. Monyet.
Ini merupakan madzhab Syafi’iyah dan
merupakan pendapat dari ‘Atho`, ‘Ikrimah, Mujahid, Makhul, dan Al-Hasan. Imam
Ibnu Hazm menyatakan, “Dan monyet adalah haram, karena Allah -Ta’ala- telah
merubah sekelompok manusia yang bermaksiat (Yahudi) menjadi babi dan monyet
sebagai hukuman atas mereka. Dan setiap orang yang masih mempunyai panca indra
yang bersih tentunya bisa memastikan bahwa Allah -Ta’ala- tidaklah merubah
bentuk (suatu kaum) sebagai hukuman (kepada mereka) menjadi bentuk yang baik
dari hewan, maka jelaslah bahwa monyet tidak termasuk ke dalam hewan-hewan yang
baik sehingga secara otomatis dia tergolong hewan yang khobits (jelek)” [13].
14. Gajah.
Madzhab jumhur ulama menyatakan bahwa
dia termasuk ke dalam kategori hewan buas yang bertaring. Dan inilah yang
dikuatkan oleh Imam Ibnu ‘Abdil Barr, Al-Qurthuby, Ibnu Qudamah, dan Imam
An-Nawawy -rahimahumullah-.
15. Musang (arab: tsa’lab)
Halal, karena walaupun bertaring hanya
saja dia tidak mempertakuti dan memangsa manusia atau hewan lainnya dengan
taringnya dan dia juga termasuk dari hewan yang baik (arab: thoyyib). Ini
merupakan madzhab Malikiyah, Asy-Syafi’iyah, dan salah satu dari dua riwayat
dari Imam Ahmad. [Mughniyul Muhtaj (4/299), Al-Muqni' (3/528), dan Asy-Syarhul
Kabir (11/67)]
16. Hyena/kucing padang pasir (arab: Dhib’un)
Pendapat yang paling kuat di kalangan
ulama -dan ini merupakan pendapat Imam Asy-Syafi’iy dan Imam Ahmad- adalah
halal dan bolehnya memakan daging hyena. Hal ini berdasarkan hadits
‘Abdurrahman bin ‘Abdillah bin Abi ‘Ammar, beliau berkata, “Saya bertanya
kepada Jabir, “apakah hyena termasuk hewan buruan?”, beliau menjawab, “iya”.
Saya bertanya lagi, “apakah boleh memakannya?”, beliau menjawab, “boleh”. Saya
kembali bertanya, “apakah pembolehan ini telah diucapkan oleh Rasulullah?”,
beliau menjawab, “iya”“. Diriwayatkan oleh Imam Lima [14] dan dishohihkan oleh
Al-Bukhary, At-Tirmidzy dan selainnya. Pendapat ini yang dikuatkan oleh
Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Al-Fath (9/568) dan Imam Asy-Syaukany.
Adapun jika ada yang menyatakan bahwa
hyena adalah termasuk hewan buas yang bertaring, maka kita jawab bahwa hadits
Jabir di atas lebih khusus daripada hadits yang mengharamkan hewan buas yang
bertaring sehingga hadits yang bersifat khusus lebih didahulukan. Atau dengan
kata lain hyena diperkecualikan dari pengharaman hewan buas yang bertaring.
17. Kelinci.
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Al-Bukhary dan Imam Muslim dari Anas bin Malik -radhiallahu ‘anhu-:
أَنَّهُ صلى
الله عليه وسلم أُهْدِيَ لَهُ عَضْوٌ مِنْ أَرْنَبٍ، فَقَبِلَهُ
“Sesungguhnya beliau (Nabi)
-Shallallahu ‘alaihi wasallam- pernah diberikan hadiah berupa potongan daging
kelinci, maka beliaupun menerimanya”.
Imam Ibnu Qudamah berkata dalam Al-Mughny, “Kami tidak
mengetahui ada seorangpun yang mengatakan haramnya (kelinci) kecuali sesuatu
yang diriwayatkan dari ‘Amr ibnul ‘Ash”. [Al-Luqothot point ke-16]
18. Belalang.
Telah
berlalu dalam hadits Ibnu ‘Umar bahwa bangkai belalang termasuk yang
diperkecualikan dari bangkai yang diharamkan. Hal ini juga ditunjukkan oleh
perkataan Anas bin Malik -radhiallahu ‘anhu-:
غَزَوْنََا
مَعَ رسول الله صلى الله عليه وسلم سَبْعَ غَزَوَاتٍ نَأْكُلُ الْجَرَادَ
“Kami berperang bersama Rasulullah
-Shallallahu ‘alaihi wasallam- sebanyak 7 peperangan sedang kami hanya memakan
belalang”. (HR. Al-Bukhary dan Muslim). [Al-Luqothot point ke-17]
19. Kadal padang pasir (arab: dhobbun [15]).
Pendapat yang paling kuat yang
merupakan madzhab Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah bahwa dhabb adalah halal
dimakan, hal ini berdasarkan sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-
tentang biawak:
كُلُوْا
وَأَطْعِمُوْا فَإِنَّهُ حَلاَلٌ
“Makanlah dan berikanlah makan
dengannya (dhabb) karena sesungguhnya dia adalah halal”. (HR. Al-Bukhary
dan Muslim dari hadits Ibnu ‘Umar)
Adapun keengganan Nabi untuk memakannya, hanyalah
dikarenakan dhabb bukanlah makanan beliau, yakni beliau tidak biasa memakannya.
Hal ini sebagaimana yang beliau khabarkan sendiri dalam sabdanya:
لاَ بَأْسَ
بِهِ، وَلَكِنَّهُ لَيْسَ مِنْ طَعَامِي
“Tidak apa-apa, hanya saja dia
bukanlah makananku”.
Ini yang dikuatkan oleh Imam An-Nawawy dalam Syarh Muslim
(13/97).
20. Landak.
Syaikh Al-Fauzan menguatkan pendapat
Asy-Syafi’iyyah akan boleh dan halalnya karena tidak ada satupun dalil yang
menyatakan haram dan khobitsnya. Lihat Al-Majmu’ (9/10).
21. Ash-shurod, kodok, semut, burung hud-hud, dan lebah.
Kelima hewan ini haram dimakan,
berdasarkan hadits Abu Hurairah -radhiallahu ‘anhu-, beliau berkata:
نَهَى رسول
الله صلى الله عليه وسلم عَنْ قَتْلِ الصُّرَدِ وَالضِّفْدَعِ وَالنَّمْلَةِ
وَالْهُدْهُدِ
“Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi
wasallam- melarang membunuh shurod, kodok, semut, dan hud-hud. (HR. Ibnu Majah
dengan sanad yang shohih).
Adapun larangan membunuh lebah, warid dalam hadits Ibnu ‘Abbas
yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Daud. Dan semua hewan yang haram
dibunuh maka memakannyapun haram. Karena tidak mungkin seeokor binatang bisa
dimakan kecuali setelah dibunuh.
22. Yarbu’.
Halal.
Ini merupakan madzhab Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah, dan merupakan pendapat
‘Urwah, ‘Atho` Al-Khurosany, Abu Tsaur, dan Ibnul Mundzir, karena asal dari
segala sesuatu adalah halal, dan tidak ada satupun dalil yang menyatakan
haramnya yarbu’ ini. Inilah yang dikuatkan oleh Imam Ibnu Qudamah dalam
Al-Mughny (11/71).
23. Kalajengking, ular, gagak, tikus, tokek, dan cicak.
Karena
semua hewan yang diperintahkan untuk dibunuh tanpa melalui proses penyembelihan
adalah haram dimakan, karena seandainya hewan-hewan tersebut halal untuk
dimakan maka tentunya Nabi tidak akan mengizinkan untuk membunuhnya kecuali
lewat proses penyembelihan yang syar’iy.
Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
خَمْسٌ
فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فَي الْحِلِّ وَالْحَرَمِ: اَلْحَيَّةُ وَالْغُرَابُ
الْاَبْقَعُ وَالْفَأْرَةُ وَالٍْكَلْبُ وَالْحُدَيَّا
“Ada lima
(binatang) yang fasik (jelek) yang boleh dibunuh baik dia berada di daerah
halal (selain Mekkah) maupun yang haram (Mekkah): Ular, gagak yang belang,
tikus, anjing, dan rajawali (HR. Muslim)
Adapun tokek dan -wallahu a’lam-
diikutkan juga kepadanya cicak, maka telah warid dari hadits Abu Hurairah
riwayat Imam Muslim tentang anjuran membunuh wazag (tokek). [Bidayatul Mujtahid
(1/344) dan Tafsir Asy-Syinqithy (1/273)]
24.
Kura-kura
(arab: salhafat), anjing laut, dan kepiting (arab: sarthon).
Telah
berlalu penjelasannya pada pendahuluan yang ketiga bahwa ketiga hewan ini
adalah halal dimakan. [Al-Luqothot point ke-28 s/d 30]
25.
Siput
(arab: halazun) darat, serangga kecil, dan kelelawar.
Imam
Ibnu Hazm menyatakan, “Tidak halal memakan siput darat, juga tidak halal
memakan seseuatupun dari jenis serangga, seperti: tokek (masuk juga cicak),
kumbang, semut, lebah, lalat, cacing, kutu, nyamuk dan yang sejenis dengan
mereka, berdasarkan firman Allah -Ta’ala-, “Diharamkan untuk kalian bangkai”,
dan firman Allah -Ta’ala-, “Kecuali yang kalian sembelih”. Dan telah jelas
dalil yang menunjukkan bahwa penyembelihan pada hewan yang bisa
dikuasai/dijinakkan, tidaklah teranggap secara syar’iy kecuali jika dilakukan
pada tenggorokan atau dadanya. Maka semua hewan yang tidak ada cara untuk bisa
menyembelihnya, maka tidak ada cara/jalan untuk memakannya, sehingga hukumnya
adalah haram karena tidak bisa dimakan, kecuali bangkai yang tidak disembelih”
Inilah secara
ringkas penyebutan beberapa kaidah dalam masalah penghalalan dan pengharaman
makanan beserta contoh-contohnya semoga bisa bermanfaat. Penyebutan makanan
sampai point ke-25 di atas bukanlah dimaksudkan untuk membatasi bahwa makanan
yang haram jumlahnya hanya sekitar itu, akan tetapi yang kami inginkan
dengannya hanyalah menjelaskan kaidah umum dalam masalah ini yang bisa
dijadikan sebagai tolak ukur dalam menghukumi hewan-hewan lain yang tidak
sempat kami sebutkan.
Adapun
makanan selain hewan dan juga minuman, maka hukumnya telah kami terangkan
secara global dalam pendahuluan-pendahuluan di awal pembahasan, yang mana
pendahuluan-pendahuluan ini adalah semacam kaidah untuk menghukumi semuanya,
wallahul muwaffiq.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
bagi yang suka cuap" nulis apa j d coment a eaahhh ^_^